Beranda | Artikel
Bertanya dan Meminta Fatwa Ketika Sedang Melontar Jumroh
Selasa, 15 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Maududi Abdullah

Bertanya dan Meminta Fatwa Ketika Sedang Melontar Jumroh ini merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc. dalam pembahasan Kitabul ‘Ilmi dari kitab Shahih Bukhari. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 26 Al-Muharram 1442 H / 15 September M.

Status Program Kajian Kitab Shahih Bukhari

Status program kajian Kitab Shahih Bukhari: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa pekan ke-1 dan ke-3, pukul 10:00 - 11:30 WIB.

Download kajian sebelumnya: Adab Dalam Bertanya

Ceramah Agama Islam Tentang Bertanya dan Meminta Fatwa Ketika Sedang Melontar Jumroh

Pagi jelang siang ini memasuki بَابُ السُّؤَالِ وَالفُتْيَا عِنْدَ رَمْيِ الجِمَارِ (Bab bertanya dan meminta fatwa ketika sedang melontar Jumroh). Jumroh adalah sesuatu yang harus dilontar di musim haji dan rangkaian daripada wajib-wajib haji.

Ada tiga Jumroh, Jumroh Ula, Jumroh Wustha dan Jumroh Aqabah. Dan di sini bahasan yang akan kita bahas adalah ditanyanya Nabi kita tercinta Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam oleh sebagian para sahabat dan beliau sedang dalam pelaksanaan manasik haji, yaitu sedang melontar Jumroh.

Berkata Imam Al Bukhari Rahimahullah Rahmatan waasi’ah. Hadits berasal dari sahabat Nabi yang mulia Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ الجَمْرَةِ وَهُوَ يُسْأَلُ ، فَقَالَ رَجُلٌ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَحَرْتُ قَبْلَ أَنْ أَرْمِيَ ؟ قَالَ : ارْمِ وَلاَ حَرَجَ ، قَالَ آخَرُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، حَلَقْتُ قَبْلَ أَنْ أَنْحَرَ ؟ قَالَ : انْحَرْ وَلاَ حَرَجَ . فَمَا سُئِلَ عَنْ شَيْءٍ قُدِّمَ وَلاَ أُخِّرَ إِلَّا قَالَ : افْعَلْ وَلاَ حَرَجَ

“Aku melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berada di Jumroh pada saat palaksanaan melontar Jumroh. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya. Berkata salah seorang lelaki yang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih sebelum aku melontar Jumroh?’ Nabi bersabda: ‘Lontarlah dan tidak ada kesalahan,’ Berkata yang lainnya: ‘Wahai Rasulullah, aku telah mencukur habis rambutku sebelum aku menyembelih’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: ‘Sembelihlah dan tidak ada kesalahan.’ Tidak ada yang ditanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada saat itu diawalkan atau diakhirkan melainkan beliau menjawab: ‘Kerjakan dan tidak ada dosa dan kesalahan.`”

Ini dia hadits kita pada kesempatan yang berbahagia ini. Yaitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sedang dalam melaksanakan manasik haji di tahun ke-10 Hijriyah yang disebut dengan hajjatul wada’ (haji perpisahan). Disebut haji perpisahan karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seolah-olah memberikan kalimat perpisahan di dalam haji itu, seolah-olah menyampaikan bahwa beliau akan meninggalkan umatnya di musim haji itu. Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berulang-ulang mengatakan:

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ لَعَلِّي لَا أَرَاكُمْ بَعْدَ عَامِي هَذَا

“Pelajari dariku cara manasik haji kalian. Mungkin setelah tahun ini aku tidak lagi berjumpa dengan kalian.” (HR. Al-Baihaqi)

Ini berulang-ulang dikatakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada haji itu. Sehingga haji tersebut dikenal dengan hajjatul wada’ (haji perpisahan). Hadir ketika haji itu lebih daripada 100.000 sahabat Ridwanullah ‘Alaihim Ajma’in. Dan 100.000-nya dizaman dahulu adalah suatu yang sangat banyak sekali. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seolah-olah memberikan kalimat perpisahan di kumpulan para sahabat terbesar ketika itu dengan mengatakan: “Mungkin aku tidak lagi bertemu dengan kalian setelah tahun ini.” Dan benar bahwa beberapa bulan setelah itu Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sakit dan kemudian menghembuskan nafas beliau yang terakhir. Di bulan Rabiul Awal, tanggal 12 setelahnya di tahun berikutnya Rasul kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Intinya dalam masalah ini adalah seorang alim yang sedang melaksanakan ibadah, sibuk dengan ketaatan, kemudian ada kesempatan untuk bertanya, apakah boleh kita bertanya? Maka jawabannya boleh. Dan bukanlah merupakan kekurangan adab atau kesalahan dalam beradab bagi seorang penuntut ilmu mengambil kesempatan di tengah kesibukan dari seorang ahli ilmu untuk bertanya masalah agama. Ini menunjukkan bahwa pentingnya ilmu. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sibuk dengan manasik haji, sibuk dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi ilmu lebih penting untuk dibicarakan, ilmu lebih penting untuk ditanyakan. Sehingga kesempatan yang ada digunakan oleh para sahabat untuk bertanya perihal manasik haji dan pertanyaan para sahabat adalah tentang kaifiyat (pelaksanaan) manasik haji mereka.

Sebelum kita lanjutkan, kita sampaikan kepada saudara-saudari bahwa Nabi berulan-ulang megatakan: “Ambil dariku tata cara pelaksanaan haji kalian.” Kewajiban kita untuk belajar bagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakan ibadah haji, karena itu perintah daripada beliau.

Amat kita sayangkan bahwa kita masih melihat dan banyak sekali terlihat kesalahan-kesalahan kaum muslimin dan muslimat tatkala melaksanakan manasik haji. Dan penyebab utamanya adalah menimba ilmunya bermasalah, karena menimba ilmunya bukan kepada orang yang mengerti bagaimana tata cara pelaksanaan manasik haji Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menimba ilmu manasik hajinya kepada orang yang hanya berpengalaman berangkat kemudian menceritakan bagaimana apa yang mereka lakukan di sana beserta pengalaman-pengalamannya. Hendaknya kaum muslimin ketika belajar ilmu manasik haji belajar kepada orang yang mengajarkan kepada mereka begini manasik haji Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Dan terlihat bahwa ada kesalahan besar terjadi, terkhusus jamaah haji yang berangkat dari Indonesia di kloter yang kedua. Dimana mereka telah melewati Miqat tanpa memulai ihram. Miqat yang seharusnya Yalamlam, sekitar 15 menit sebelum pesawat mendarat di King Abdul Aziz Jeddah, itu telah dilewati tanpa berihram. Dan setelah pesawat mendarat, baru kemudian kaum muslimin memulai memasang kain ihram dan memulai لبيك اللهم عمرة atau لبيك اللهم حجا atau لبيك اللهم عمْرة في حجة, ini kesalahan besar. Meninggalkan satu pelaksanaan satu wajib haji, yaitu memulai pelaksanaan ihram dari Miqat. Dan yang berangkat dari Madinah atau kloter yang pertama selamat dari kesalahan ini. Dan ketika disampaikan, kata mereka: “Kami diajarkan seperti ini, kami mendapatkan fatwa seperti ini.” Dan ini kesalahan, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menentukan tempat Miqat. Nabi kita tercinta yang menentukan tempat memulai ihram. Dan tidak ada hak manusia manapun setelah beliau untuk menentukan tempat Miqat dan tempat ihram tersendiri.

Kembali kita kepada bahasan kita bahwa sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengambil kesempatan, walau ditengah kesibukan Nabi beribadah, disaat beliau melontar Jumroh, para sahabat tetap bertanya tentang manasik haji yang mereka lakukan. Tentu para sahabat mengamalkan ayat Allah Tabaraka wa Ta’ala:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Tanyakan kepada orang yang mengerti, kalau kalian tidak mengerti.” (QS. An-Nahl[16]: 43)

Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Ceramah Agama Islam


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49039-bertanya-dan-meminta-fatwa-ketika-sedang-melontar-jumroh/